Powered By Blogger

Wednesday, August 29, 2012

Apa Kabar Montpellier Herault SC?


Musim baru untuk dunia sepakbola di Eropa telah bergulir. Sebagian dari liga-liga top-flight Eropa bahkan sudah memasuki pekan ke-3. Sebelum membicarakan lebih lanjut, mari kita lihat ke musim sebelumnya. Liga-liga besar Eropa berjalan seperti biasanya dan pada akhir musim akan menghasilkan satu klub sebagai pemuncak tahta.



Di Inggris, drama persaingan tersaji hingga ke matchday 38 untuk menentukan siapa yang pantas merebut puncak klasemen akhir. Di Spanyol, dominasi selama tiga musim berturut-turut berakhir dan sang pengoleksi gelar terbanyak akhirnya berhasil menambah trofi La Liga-nya. Di Jerman, sang juara bertahan berhasil mempertahankan gelar mereka dan menciptakan bintang-bintang baru di dunia sepakbola. Di Italia, muncul sebuah tim unbeaten yang berhasil kembali merengkuh gelar juara pertamanya sejak kembali ke Serie A pada musim 2007/2008. Di Belanda, sang juara musim sebelumnya berhasil melakukan back-to-back dan mempertajam dominasi mereka dengan 31 gelar Eredivisie. Semua terlihat wajar dan berjalan sebagaimana semestinya. Lalu sebuah kejutan datang dari Liga Prancis.

Orang yang sudah lama menggemari dunia sepakbola atau baru saja menjadi fans olahraga ini setidaknya mengetahui beberapa klub dari negara yang mempunyai motto Liberte, Egalite, Fraternite ini. Beberapa orang akan menyebut Lyon, Marseille, PSG, dan Bordeaux. Mungkin para ahli sejarah akan menyebut Saint-Etienne, Nantes, dan juga Monaco. Mereka hanya bagian dari masa lalu.

Trofi Liga Prancis jatuh ke tangan Montpellier Herault Sport Club. Sebuah klub yang mungkin tak pernah diperhatikan oleh para penikmat bola mainstream. Sebuah klub yang pernah menjadi tempat bermain Eric Cantona, Laurent Blanc, Carlos Valderrama, dan Roger Milla. Sebuah klub di kota Montpellier yang terletak di bagian selatan Prancis. Sebuah klub yang baru saja kembali ke Ligue 1 pada musim 2009/2010 dan berhasil lolos ke Europa League setelah finish di urutan ke-5 pada comeback mereka di level teratas persepakbolaan Prancis di bawah pimpinan Rene Girard, sang pelatih. Sebuah klub yang baru berdiri pada tahun 1974 dan memiliki presiden klub yang eksentrik sekaligus sering mengeluarkan pernyataan nyeleneh layaknya Aurelio De Laurentiis (Napoli) dan Maurizio Zamparini (Palermo), Louis Nicollin.

Siapa yang menyangka klub ini akan menjuarai Ligue 1 untuk pertama kalinya di era sepakbola seperti sekarang? Era dimana uang mampu membawa kejayaan secara cepat walau tidak instan. Lagipula, di sana ada tim kaya raya baru berkat limpahan harta dari Qatar, Paris Saint-Germain.  Di luar prediksi para pundit, mereka mampu membuat klub dari ibukota Prancis itu hanya bertengger di peringkat ke-2. Membuat para penggemar sepakbola berpikir bahwa masih ada keajaiban yang sanggup mengalahkan kekuatan uang.

Bagaimana nasib mereka di musim ini? Mereka hanya kehilangan Olivier Giroud, sang top skorer Ligue 1 bersama Nene dari PSG dengan 21 gol, ke Arsenal serta Geoffrey Dernis ke Brest dari the winning team mereka. Mereka mampu menjaga pemain-pemain mereka dari incaran klub-klub besar Eropa, seperti Younes Belhanda, Henri Bedimo, dan sang kapten, Mapou Yanga-Mbiwa. Mereka punya alasan kuat untuk tetap bertahan di Montpellier karena tim ini berkompetisi di Champions League, level tertinggi dari kompetisi antarklub Eropa. Montpellier juga menambah daya gedor dengan membeli tiga striker tambahan untuk menggantikan Giroud. Emmanuel Herrera (Union Espanola), Anthony Mounier (OGC Nice) dan Gaetan Charbonnier (Angers SCO).

Semua itu belum cukup untuk menampilkan performa terbaik mereka di laga resmi. Musim mereka dimulai dengan kekalahan dari Lyon melalui babak adu penalti 2-4 setelah bermain imbang 2-2 di waktu normal pada pertandingan Trophee Des Champions yang mempertemukan juara Ligue 1 dan juara Coupe de France ini. Di Ligue 1 pun sama saja. Mereka belum pernah meraih kemenangan dalam 3 pertandingan. Setelah ditahan imbang Toulouse 1-1 di kandang sendiri, mereka kalah di tangan Lorient 2-1, dan kemudian kembali kalah di kandang sendiri, kali ini ditumbangkan oleh Marseille 0-1.

Rangkaian performa buruk ini membuat Louis Nicollin berang. “Tiga perempat dari pemain tim saya brengsek”, ucap Nicollin. Nicollin mungkin terlalu dini untuk merasa kesal, tapi hal ini menjadi wajar karena timnya adalah juara bertahan dan kini mereka berada di zona degradasi. Timnya hanya mampu mencetak dua gol sambil kebobolan empat gol dari tiga pertandingan awal Ligue 1.

Montpellier tentu akan kesulitan untuk mempertahankan gelar juara di musim ini. PSG yang kembali membeli pemain-pemain bintang kelas wahid untuk mencapai ambisinya yang tertunda, Lyon yang ingin kembali menjadi juara setelah sempat sangat dominan dengan memuncaki klasemen Ligue 1 selama rentang waktu 2002-2008, atau Marseille yang sejauh ini nyaman di puncak klasemen dan belum terkalahkan setelah meraih tiga kemenangan berturut-turut.

Para pencinta tim underdog dan penuh kejutan sepertinya tidak bisa berharap banyak lagi kepada tim ini untuk kembali juara. Kita mungkin tidak bisa melihat lagi Louis Nicollin mengubah warna rambutnya menjadi warna kebanggaan klubnya. Montpellier bisa saja malah harus berjuang untuk tidak terdegradasi di akhir musim nanti. Atau malah mereka akan mengikuti apa yang terjadi pada Petrokimia Putra Gresik setelah menjadi juara Divisi Utama Liga Indonesia 2002? Mari kita ikuti bersama.

No comments:

Post a Comment