Powered By Blogger

Saturday, November 3, 2012

Indonesia Bisa Meraih Hadiah Nobel, Asalkan...


Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc, D.Sc. (Foto oleh: Arifina Budi)
Pemenang penghargaan Nobel Fisika 2012 telah diumumkan oleh Akademi Sains Kerajaan Swedia, Selasa (9/10), di Stockholm. Sempat tersebar kabar bahwa hasil riset yang diunggulkan akan memenangkan hadiah prestisius di bidang fisika ini adalah Peter Higgs dengan penemuan God Particle (Partikel Tuhan) yang diumumkan pada bulan Juli 2012. Kabar tersebut terbukti tidak benar. Serge Haroche dari Prancis dan David J. Wineland dari Amerika Serikat berhak mendapatkan hadiah Nobel Fisika 2012 berkat hasil riset mereka mengenai cahaya dan materi pada level yang paling fundamental, sering disebut fisika kuantum.

Penemuan ini bisa membuat kita mengembangkan jam yang lebih akurat dari jam sesium yang kita gunakan sekarang. Begitulah jawaban Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc, D.Sc,  saat ditanya mengenai manfaat dari hasil riset yang dilakukan oleh Serge Haroche dan David J. Wineland. Ditemui di ruangannya di Gedung Fisika ITB pada Jumat (2/11), pukul 15.00 WIB, ia mengaku baru saja selesai mengajar para mahasiswanya dan sedang menunggu kami yang sudah membuat janji untuk melakukan wawancara.  Ditemani oleh fotografer Arifina Budi, dan hujan yang sempat mengguyur Bandung, berikut hasil wawancara yang berlangsung kurang lebih selama 60 menit  ini.

“Apa sebenarnya fisika kuantum itu, Prof?”

Di fisika kuantum, Hukum Newton klasik di mana x = posisi dan p = momentum, tidak berlaku lagi. Kenapa? Karena ada ketidakpastian.

Apa perbedaan mendasar antara fisika kuantum dengan fisika klasik itu sendiri?

Di fisika kuantum, kalau saya mengukur sesuatu, segalanya tidak pasti atau probabilistik. Sedangkan dalam fisika klasik bersifat deterministik, you see what you get. Hasil yang di dapat dari pengukuran dalam fisika klasik adalah objek dan subjek bebas satu sama lain, sedangkan dalam fisika kuantum objek dan subjek tidak bebas.

Apakah Anda mengikuti perkembangan pemberian Hadiah Nobel Fisika periode 2007-2012, Prof?

Ya, bidang saya kan fisika teoritik.

“Perkembangan penemuan yang mendapatkan Hadiah Nobel Fisika ini terus berganti atau tidak?”

Berganti terus setiap tahun. Dulu Albert Einstein pernah menemukan efek foto listrik. Tahun ini mengenai komputer kuantum. Tahun lalu mengenai akselerasi pengembangan alam semesta. Tahun-tahun sebelumnya beda-beda lagi. Mungkin mengenai God Particle atau Higgs Particle akan mendapatkan Hadiah Nobel juga. Tahun depan kah atau dua tahun lagi? Saya tidak tahu.

Sebelum panitia Hadiah Nobel Fisika 2012 mengambil keputusan, banyak kabar yang beredar bahwa penemuan partikel Higgs Boson atau Partikel Tuhan akan mampu menjadi pemenang Hadiah Nobel Fisika 2012. Menurut fisikawan Peter Higgs, semesta takkan eksis tanpa partikel ini. Menurut Anda, mengapa Hadiah Nobel Fisika 2012 tak diberikan kepada Peter Higgs?

Seperti (Saul) Perlmutter. Ia telah mengemukakan teorinya pada tahun 1998, tapi baru mendapatkan Hadiah Nobel Fisika pada tahun 2011. Mengapa? Ketika orang menemukan sesuatu, harus di cek lagi berkali-kali kebenarannya. God Particle (Partikel Tuhan) yang ditemukan di CERN (Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir) itu belum diketahui benar atau tidaknya. Maksudnya, harus terus dicek lagi, entah sampai kapan. Mungkin tahun depan bisa mendapat Hadiah Nobel.

“Penemuan Serge Haroche dan David J. Wineland, sang peraih Hadiah Nobel 2012, ini memungkinkan pembuatan sebuah komputer kuantum yang berkecepatan sangat tinggi. Pengembangan seperti apa lagi yang dapat dilakukan dari penemuan ini, Prof?

Penemuan ini bisa membuat kita mengembangkan jam yang lebih akurat dari jam sesium yang kita gunakan sekarang.

“Berapa lama lagi kira-kira penemuan komputer kuantum ini akan diterapkan di Indonesia, Prof?”

Nah, ini tidak lama lagi. Ini membuat saya resah. Karena apa? Orang-orang belajar fisika kuantum mengira bahwa yang ia pelajari ini mengawang. Kalau nanti komputer kuantum masuk ke Indonesia, kita akan jadi tukang pakai saja, bikinnya nggak bisa. Kan nggak ngerti fisika kuantum.

Siswa Indonesia sering kali mendapatkan penghargaan di tingkat dunia dalam bidang Fisika, terutama dalam kompetisi Olimpiade Fisika tingkat internasional. Seperti pada ajang 43rd International Physics Olympiad (IPhO) 2012 yang berlangsung di Estonia pada 15-24 Juli lalu. Siswa Indonesia berhasil meraih 1 medali emas, 1 medali perunggu, dan 3 Honorable Mention. Akankah kelak mereka akan mampu kembali mengharumkan nama bangsa Indonesia dengan menjadi nominasi Hadiah Nobel Fisika atau bahkan pemenang Hadiah Nobel Fisika?

Saya protes dan kurang setuju. Pemenang Hadiah Nobel dari Amerika Serikat atau Jepang nggak pernah tuh menang Olimpiade. Kenapa fisikanya hebat? Pelajaran seperti ini bukan Olimpiade. Olimpiade itu olahraga. Pelajaran pendidikan apapun itu mesti dididik dari bawah. Nanti dari situ tumbuh ilmuwan-ilmuwan hebat. Kalau setelah menang Olimpiade terus nggak dibina lagi, mati. Kalau ilmuwan bukan begitu. Dia tekun di bidang itu dan kerja di situ. Olimpiade itu hanya menunjukkan kita punya potensi. Sehebat apapun kalau nggak dididik, nggak jadi apapun. Itu yang saya protes. Olimpiade memang bagus, tapi tidak cukup hanya itu. Itu hanya perlu untuk menaikkan semangat saja. Cukupnya bagaimana? Kita bina terus hingga mereka mencintai sains, senang sains. Itulah yang negara maju lakukan, sehingga nggak perlu ikut Olimpiade lagi. Saya takut kita ini “panggang jauh dari api”. Kita ingin menginjak panggung Nobel, tapi yang kita bina untuk Olimpiade. Ya, susah dong. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman itu membina bukan untuk Hadiah Nobel. Hadiah Nobel itu akibat. Hadiah Nobel itu hiburan. Tapi tujuannya bukan itu.

Sejauh ini, adakah fisikawan Indonesia yang pernah menjadi nominasi atau diisukan menjadi nominasi penerima Hadiah Nobel Fisika?

Nggak ada. Bisa menulis paper internasional saja sudah syukur.

Mengapa hingga sekarang ini belum ada sama sekali orang Indonesia yang menjadi nominasi peraih Hadiah Nobel dari bidang apapun, termasuk Fisika?

Kita tidak pernah dididik untuk mencintai ilmu. Untuk menghasilkan ini (menunjuk Personal Computer dan smartphone di ruangannya) perlu ilmuwan. Apa bisa orang ngomong aja? Nggak bisa. Tapi apakah anggota DPR perlu? Perlu. Untuk kebijakan-kebijakan. Makanya anggota DPR itu harus pintar, harus berilmu supaya kebijakan-kebijakannya ngena. Sayang, di Indonesia proporsinya nggak seimbang, Di Indonesia itu dikuasai oleh politik atau pertahanan keamanan, yang ini (ilmuwan) nggak.

Saat ini, Indonesia hanya memiliki anggaran riset sebesar 0,18 dari Produk Domestik Bruto (PDB)  serta tak memiliki pemimpin yang sadar ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimana tanggapan Anda akan hal ini?

PDB itu artinya APBN ditambah swasta. Kalau APBN saja, kita hampir mendekati 1%. Riset itu, di negara maju manapun, APBN pemerintah cuma komponen 20%. Pihak swasta yang memegang 80%, seperti Swedia. Kita nggak, pemerintahnya 20%, swasta malah nggak paham, kecil sekali. Kenapa perusahaan swasta kita kok tidak mengembangkan riset? Karena mereka itu broker, jangan-jangan nggak ada R&D-nya (Research and Development). Beberapa perusahaan mungkin ada. R&D itu yang sedikit sekali dari pihak swasta. Di negara maju, pemerintah tidak memberikan dana yang besar, tapi swasta yang melakukan hal itu. Tapi pemerintah mengatur regulasinya, undang-undangnya, kebijakannya, segala macam.

Hal tersebut tentunya menjadi salah satu halangan bagi para ilmuwan Indonesia dalam mengembangkan risetnya. Menurut Anda, berapa besar anggaran yang harusnya disediakan pemerintah untuk para ilmuwan dan peneliti Indonesia yang ingin menciptakan terobosan-terobosan baru dalam dunia pengetahuan?

PDB untuk risetnya Malaysia hampir 1%, Cina 3%. Indonesia? 0,18. Kecil. Kita mau mendapatkan apa? Kita harus mengatur swasta, pelan-pelan. Sekarang, saya punya optimisme di pemerintah. Menurut saya, pemerintah sekarang jauh lebih baik. Feeling saya seperti itu. Tapi saya tidak mengatakan paling baik loh. Masih banyak kekurangan. Sikap kita rakyat atau kita pekerja umum bagaimana? Kita bantu dong. Kita juga harus lebih baik. Pemerintah baik, kita baik, insya Allah semuanya baik.

Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menerima paling banyak penghargaan Nobel. Hampir setiap tahun ada saja penghargaan Nobel yang diraih oleh ilmuwan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, kuncinya adalah tradisi meneliti yang didukung oleh ambisi ilmiah dan pendanaan…

Iya. Tradisinya dari mana? Bukan pemerintah, tapi dari rakyat dan penelitinya. Culture kita itu harus suka dengan ilmu. Kalau nggak suka dengan ilmu, bagaimana mau meneliti? Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Eropa, mereka punya budaya ilmu dan ditambah dengan pemerintahnya yang suka ilmu.

Apakah Indonesia suatu hari nanti bisa meniru langkah ini?

Insya Allah. Kita memiliki yang namanya MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Itu tujuannya apa? Pembangunan ekonomi kita tidak merata. Hanya di Pulau Jawa atau Jakarta saja duit kita beredar. Sehingga orang di luar Pulau Jawa tidak terbagi. Orang Irian dan orang Sumatera itu punya indigenous technology. Pengetahuan-pengetahuan tradisional itu ada. Mestinya pemerintah itu memikirkan bagaimana mengangkat keunggulan-keunggulan daerah, inilah MP3EI. MP3EI ini uangnya untuk membangun infrastruktur dan sumber daya manusia.

Kebanyakan penerima Hadiah Nobel, terutama di bidang Fisika, berasal dari negara-negara maju. Mulai dari Hadiah Nobel Fisika tahun 2000-2012, ilmuwan Amerika Serikat tetap mendominasi. Ilmuwan Asia  yang memenangkan Hadiah Nobel Fisika dalam rentang waktu tersebut hanya berasal dari Jepang.  Bagaimana tanggapan Anda melihat bahwa negara Asia yang mampu bersaing dalam 12 tahun terakhir di perebutan Hadiah Nobel Fisika hanyalah Jepang?“

Dulu ada India, India itu agak aneh. Mereka pakai kasta, orang kaya dan miskin dipisah betul. Orang kaya itu yang memenangkan Nobel dari sana. Kalau Jepang sudah maju semua. Negara Asia yang paling maju menurut saya itu Jepang. Saya pernah kuliah di sana. Mereka membina dari bawah, dari TK dan SD. Membangun karakter yang mereka sebut Bushido.

“Jika dana untuk meneliti sudah ada, apa lagi yang orang Indonesia butuh untuk bisa bersaing dalam dunia ilmu pengetahuan, dalam hal ini meraih Hadiah Nobel?”

Kerja keras, Nggak ada cara lain. Indonesia pemalas? Tidak. Siapa bilang? Lihat petani bangun jam berapa. Kerja keras untuk lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Itu yang namanya sabar. Indonesia ini orangnya sabar-sabar. Sabar itu kita sadar kudu seperti apa untuk mencapai tujuan kita.

Adakah pesan-pesan dari Anda kepada para siswa atau mahasiswa Indonesia yang menyenangi dan berkutat di dunia Fisika mengenai Hadiah Nobel ini?

Pesan saya untuk semua orang sebenarnya. Ada tiga cara yang diajarkan Rasulullah SAW. Pertama, jika tidak setuju dengan kejelekan orang lain, ubah dengan perbuatan. Jika tidak bisa, lakukan dengan omongan. Jika tidak bisa lagi, lakukan dengan hati. Tetap berpikir positif dan menolak berbuat yang jelek.

Saat proses wawancara berlangsung (Foto oleh: Arifina Budi)

Prof. Freddy Permana Zen, D.Sc. M.Sc

Tempat dan Tanggal Lahir:
Pangkalpinang, 1 Maret 1961

Pendidikan:
  • Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 1980-1985
  • Magister Sains, Institut Teknologi Bandung, 1986-1988
  • Master of Science, Universitas Hiroshima, 1989-1991 (Riset di Research Institute for Theoretical Physics, Universitas Hiroshima, Jepang)
  • Doctor of Science, Universitas Hiroshima, 1994 (Riset di Yukawa Institute for Theoretical Physics, Universitas Kyoto, Jepang)
Karier:
  • Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Jepang (1991-1993)
  • Sekretaris Pusat Matematika (P4M) ITB (1999-2001)
  • Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Kajian Kebutuhan Iptek, (2000–2003)
  • Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Pengembangan Jaringan Informasi, (2004–2005)
  • Sekretaris Jendral Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (2007-2011)
  • Sekretaris Komite Inovasi Nasional (KIN) (2010 – 2014)
  • Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Sumber Daya Iptek, sejak Juni 2010

3 comments: