|
Pemenang penghargaan Nobel Fisika 2012 telah diumumkan oleh Akademi Sains Kerajaan Swedia, Selasa (9/10), di Stockholm. Sempat tersebar kabar bahwa hasil riset yang diunggulkan akan memenangkan hadiah prestisius di bidang fisika ini adalah Peter Higgs dengan penemuan God Particle (Partikel Tuhan) yang diumumkan pada bulan Juli 2012. Kabar tersebut terbukti tidak benar. Serge Haroche dari Prancis dan David J. Wineland dari Amerika Serikat berhak mendapatkan hadiah Nobel Fisika 2012 berkat hasil riset mereka mengenai cahaya dan materi pada level yang paling fundamental, sering disebut fisika kuantum.
Penemuan ini bisa membuat kita mengembangkan jam yang lebih akurat dari jam sesium yang kita gunakan sekarang. Begitulah jawaban Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc, D.Sc, saat ditanya mengenai manfaat dari hasil riset yang dilakukan oleh Serge Haroche dan David J. Wineland. Ditemui di ruangannya di Gedung Fisika ITB pada Jumat (2/11), pukul 15.00 WIB, ia mengaku baru saja selesai mengajar para mahasiswanya dan sedang menunggu kami yang sudah membuat janji untuk melakukan wawancara. Ditemani oleh fotografer Arifina Budi, dan hujan yang sempat mengguyur Bandung, berikut hasil wawancara yang berlangsung kurang lebih selama 60 menit ini.
“Apa
sebenarnya fisika kuantum itu, Prof?”
Di
fisika kuantum, Hukum Newton klasik di mana x = posisi dan p = momentum, tidak
berlaku lagi. Kenapa? Karena ada ketidakpastian.
“Apa perbedaan mendasar antara fisika kuantum dengan fisika klasik itu sendiri?”
Di
fisika kuantum, kalau saya mengukur sesuatu, segalanya tidak pasti atau
probabilistik. Sedangkan dalam fisika klasik bersifat deterministik, you see what you get. Hasil yang di
dapat dari pengukuran dalam fisika klasik adalah objek dan subjek bebas satu
sama lain, sedangkan dalam fisika kuantum objek dan subjek tidak bebas.
“Apakah Anda mengikuti perkembangan pemberian Hadiah Nobel
Fisika periode 2007-2012, Prof?”
Ya,
bidang saya kan fisika teoritik.
“Perkembangan
penemuan yang mendapatkan Hadiah Nobel Fisika ini terus berganti atau tidak?”
Berganti
terus setiap tahun. Dulu Albert Einstein pernah menemukan efek foto listrik.
Tahun ini mengenai komputer kuantum. Tahun lalu mengenai akselerasi
pengembangan alam semesta. Tahun-tahun sebelumnya beda-beda lagi. Mungkin
mengenai God Particle atau Higgs Particle akan mendapatkan Hadiah
Nobel juga. Tahun depan kah atau dua tahun lagi? Saya tidak tahu.
“Sebelum panitia Hadiah Nobel Fisika 2012 mengambil
keputusan, banyak kabar yang beredar bahwa penemuan partikel Higgs Boson atau
Partikel Tuhan akan mampu menjadi pemenang Hadiah Nobel Fisika 2012. Menurut fisikawan Peter Higgs, semesta takkan eksis tanpa partikel
ini. Menurut Anda, mengapa Hadiah Nobel Fisika 2012
tak diberikan kepada Peter Higgs?”
Seperti
(Saul) Perlmutter. Ia telah mengemukakan teorinya pada tahun 1998, tapi baru
mendapatkan Hadiah Nobel Fisika pada tahun 2011. Mengapa? Ketika orang menemukan
sesuatu, harus di cek lagi berkali-kali kebenarannya. God Particle (Partikel Tuhan)
yang ditemukan di CERN (Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir) itu belum
diketahui benar atau tidaknya. Maksudnya, harus terus dicek lagi, entah sampai
kapan. Mungkin tahun depan bisa mendapat Hadiah Nobel.
“Penemuan Serge
Haroche dan David J. Wineland, sang peraih Hadiah Nobel 2012, ini memungkinkan pembuatan sebuah komputer kuantum yang
berkecepatan sangat tinggi. Pengembangan seperti apa lagi yang dapat
dilakukan dari penemuan ini, Prof?”
Penemuan
ini bisa membuat kita mengembangkan jam yang lebih akurat dari jam sesium yang
kita gunakan sekarang.
“Berapa
lama lagi kira-kira penemuan komputer kuantum ini akan diterapkan di Indonesia,
Prof?”
Nah, ini tidak lama lagi. Ini membuat saya resah. Karena apa?
Orang-orang belajar fisika kuantum mengira bahwa yang ia pelajari ini
mengawang. Kalau nanti komputer kuantum masuk ke Indonesia, kita akan jadi
tukang pakai saja, bikinnya nggak bisa.
Kan nggak ngerti fisika
kuantum.
“Siswa Indonesia sering kali mendapatkan penghargaan di
tingkat dunia dalam bidang Fisika, terutama dalam kompetisi Olimpiade Fisika
tingkat internasional. Seperti pada ajang 43rd International Physics Olympiad (IPhO) 2012 yang berlangsung
di Estonia pada 15-24 Juli lalu. Siswa Indonesia berhasil meraih 1 medali emas,
1 medali perunggu, dan 3 Honorable Mention. Akankah kelak mereka akan mampu
kembali mengharumkan nama bangsa Indonesia dengan menjadi nominasi Hadiah Nobel
Fisika atau bahkan pemenang Hadiah Nobel Fisika?”
Saya
protes dan kurang setuju. Pemenang Hadiah Nobel dari Amerika Serikat atau Jepang nggak pernah tuh menang Olimpiade. Kenapa fisikanya hebat? Pelajaran seperti ini
bukan Olimpiade. Olimpiade itu olahraga. Pelajaran pendidikan apapun itu mesti
dididik dari bawah. Nanti dari situ tumbuh ilmuwan-ilmuwan hebat. Kalau setelah
menang Olimpiade terus nggak dibina
lagi, mati. Kalau ilmuwan bukan begitu. Dia tekun di bidang itu dan kerja di
situ. Olimpiade itu hanya menunjukkan kita punya potensi. Sehebat apapun kalau nggak dididik, nggak jadi apapun. Itu yang saya protes. Olimpiade memang bagus,
tapi tidak cukup hanya itu. Itu hanya perlu untuk menaikkan semangat saja. Cukupnya
bagaimana? Kita bina terus hingga mereka mencintai sains, senang sains. Itulah
yang negara maju lakukan, sehingga nggak perlu
ikut Olimpiade lagi. Saya takut kita ini “panggang jauh dari api”. Kita ingin
menginjak panggung Nobel, tapi yang kita bina untuk Olimpiade. Ya, susah dong. Negara-negara seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Jerman itu membina bukan untuk Hadiah Nobel. Hadiah Nobel
itu akibat. Hadiah Nobel itu hiburan. Tapi tujuannya bukan itu.
“Sejauh ini, adakah fisikawan Indonesia yang pernah menjadi
nominasi atau diisukan menjadi nominasi penerima Hadiah Nobel Fisika?”
Nggak ada. Bisa menulis paper
internasional saja sudah syukur.
“Mengapa hingga sekarang ini belum ada sama sekali orang
Indonesia yang menjadi nominasi peraih Hadiah Nobel dari bidang apapun,
termasuk Fisika?”
Kita
tidak pernah dididik untuk mencintai ilmu. Untuk menghasilkan ini (menunjuk Personal Computer dan smartphone di ruangannya) perlu ilmuwan.
Apa bisa orang ngomong aja? Nggak
bisa. Tapi apakah anggota DPR perlu? Perlu. Untuk kebijakan-kebijakan. Makanya
anggota DPR itu harus pintar, harus berilmu supaya kebijakan-kebijakannya ngena. Sayang, di Indonesia proporsinya nggak seimbang, Di Indonesia itu
dikuasai oleh politik atau pertahanan keamanan, yang ini (ilmuwan) nggak.
“Saat ini, Indonesia hanya memiliki anggaran riset sebesar
0,18 dari Produk Domestik Bruto (PDB) serta tak memiliki pemimpin yang sadar ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bagaimana tanggapan Anda akan hal ini?”
PDB itu
artinya APBN ditambah swasta. Kalau APBN saja, kita hampir mendekati 1%. Riset
itu, di negara maju manapun, APBN pemerintah cuma komponen 20%. Pihak swasta
yang memegang 80%, seperti Swedia. Kita nggak,
pemerintahnya 20%, swasta malah nggak paham,
kecil sekali. Kenapa perusahaan swasta kita kok
tidak mengembangkan riset? Karena mereka itu broker, jangan-jangan nggak ada R&D-nya (Research and
Development). Beberapa perusahaan mungkin ada. R&D itu yang sedikit sekali dari pihak swasta. Di negara maju,
pemerintah tidak memberikan dana yang besar, tapi swasta yang melakukan hal
itu. Tapi pemerintah mengatur regulasinya, undang-undangnya, kebijakannya,
segala macam.
“Hal tersebut tentunya menjadi salah satu halangan bagi
para ilmuwan Indonesia dalam mengembangkan risetnya. Menurut Anda, berapa besar
anggaran yang harusnya disediakan pemerintah untuk para ilmuwan dan peneliti
Indonesia yang ingin menciptakan terobosan-terobosan baru dalam dunia
pengetahuan?”
PDB
untuk risetnya Malaysia hampir 1%, Cina 3%. Indonesia? 0,18. Kecil. Kita mau
mendapatkan apa? Kita harus mengatur swasta, pelan-pelan. Sekarang, saya punya
optimisme di pemerintah. Menurut saya, pemerintah sekarang jauh lebih baik. Feeling saya seperti itu. Tapi saya
tidak mengatakan paling baik loh.
Masih banyak kekurangan. Sikap kita rakyat atau kita pekerja umum bagaimana?
Kita bantu dong. Kita juga harus
lebih baik. Pemerintah baik, kita baik, insya
Allah semuanya baik.
“Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menerima
paling banyak penghargaan Nobel. Hampir setiap tahun ada saja penghargaan Nobel
yang diraih oleh ilmuwan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, kuncinya adalah
tradisi meneliti yang didukung oleh ambisi ilmiah dan pendanaan…”
Iya.
Tradisinya dari mana? Bukan pemerintah, tapi dari rakyat dan penelitinya. Culture kita itu harus suka dengan ilmu.
Kalau nggak suka dengan ilmu,
bagaimana mau meneliti? Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Eropa, mereka
punya budaya ilmu dan ditambah dengan pemerintahnya yang suka ilmu.
“Apakah Indonesia suatu hari nanti bisa meniru langkah ini?”
Insya Allah. Kita memiliki yang namanya MP3EI, Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Itu tujuannya apa?
Pembangunan ekonomi kita tidak merata. Hanya di Pulau Jawa atau Jakarta saja
duit kita beredar. Sehingga orang di luar Pulau Jawa tidak terbagi. Orang Irian
dan orang Sumatera itu punya indigenous
technology. Pengetahuan-pengetahuan tradisional itu ada. Mestinya
pemerintah itu memikirkan bagaimana mengangkat keunggulan-keunggulan daerah,
inilah MP3EI. MP3EI ini uangnya untuk membangun infrastruktur dan sumber daya
manusia.
“Kebanyakan penerima Hadiah Nobel, terutama di bidang
Fisika, berasal dari negara-negara maju. Mulai dari Hadiah
Nobel Fisika tahun 2000-2012, ilmuwan Amerika Serikat tetap mendominasi. Ilmuwan Asia yang memenangkan Hadiah Nobel Fisika dalam
rentang waktu tersebut hanya berasal dari Jepang. Bagaimana tanggapan Anda melihat bahwa negara
Asia yang mampu bersaing dalam 12 tahun terakhir di perebutan Hadiah Nobel
Fisika hanyalah Jepang?“
Dulu
ada India, India itu agak aneh. Mereka pakai kasta, orang kaya dan miskin
dipisah betul. Orang kaya itu yang memenangkan Nobel dari sana. Kalau Jepang
sudah maju semua. Negara Asia yang paling maju menurut saya itu Jepang. Saya
pernah kuliah di sana. Mereka membina dari bawah, dari TK dan SD. Membangun
karakter yang mereka sebut Bushido.
“Jika
dana untuk meneliti sudah ada, apa lagi yang orang Indonesia butuh untuk bisa bersaing dalam dunia ilmu
pengetahuan, dalam hal ini meraih Hadiah Nobel?”
Kerja
keras, Nggak ada cara lain. Indonesia
pemalas? Tidak. Siapa bilang? Lihat petani bangun jam berapa. Kerja keras untuk
lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Itu yang namanya sabar. Indonesia
ini orangnya sabar-sabar. Sabar itu kita sadar kudu seperti apa untuk mencapai
tujuan kita.
Pesan
saya untuk semua orang sebenarnya. Ada tiga cara yang diajarkan Rasulullah SAW.
Pertama, jika tidak setuju dengan kejelekan orang lain, ubah dengan perbuatan.
Jika tidak bisa, lakukan dengan omongan. Jika tidak bisa lagi, lakukan dengan
hati. Tetap berpikir positif dan menolak berbuat yang jelek.
Prof. Freddy
Permana Zen, D.Sc. M.Sc
Tempat dan Tanggal Lahir:
Pangkalpinang,
1 Maret 1961
Pendidikan:
- Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 1980-1985
- Magister Sains, Institut Teknologi Bandung, 1986-1988
- Master of Science, Universitas Hiroshima, 1989-1991 (Riset di Research Institute for Theoretical Physics, Universitas Hiroshima, Jepang)
- Doctor of Science, Universitas Hiroshima, 1994 (Riset di Yukawa Institute for Theoretical Physics, Universitas Kyoto, Jepang)
Karier:
- Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Jepang (1991-1993)
- Sekretaris Pusat Matematika (P4M) ITB (1999-2001)
- Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Kajian Kebutuhan Iptek, (2000–2003)
- Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Pengembangan Jaringan Informasi, (2004–2005)
- Sekretaris Jendral Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (2007-2011)
- Sekretaris Komite Inovasi Nasional (KIN) (2010 – 2014)
- Deputi Menteri Riset dan Teknologi RI bidang Sumber Daya Iptek, sejak Juni 2010
mantab om
ReplyDeleteGila keren banget
ReplyDeletekeren, izin share
ReplyDelete